Kata-kata “ticket sale” adalah kata yang paling berbahaya menyenangkan buat istri dari suami pecinta jalan-jalan. Bagaimana tidak, tanpa angin tanpa ujan, sering sekali madam dapet whats up yang isinya “Ke …… yuk” (silakan isi titik-titik dengan nama kota yang dilalui oleh Air Asia 😀 )
Setelah beberapa ajakan untuk ticket sale ini ditolak mentah-mentah oleh saya (yang masih hitungin cuti dan mikirin anak), maka layaknya Loro Jonggrang meminta syarat kepada Bondowoso untuk menjadikan Candi Prambanan dalam semalam, dimana untuk ticket sale kali ini Madam pun mengajukan syarat dimana boleh pergi di tanggal segini sampai segini (saat Boss madam yang cuma ngasih kantong shopping itu biz trip 😀 ) dan maunya cuma ke Bangkok!
Untung bini gw cuma minta ke Bangkok, bukan minta bikinin candi 😀 — ini kenapa fotonya miring yak 😀
Kalau Bondowoso membangun candi dibantu oleh seribu jin maka suamiku sepertinya dibantuin oleh doa istrinya yang ingin sekali melihat Bangkok, tiket pun ditemukan hanya dengan harga 500rb PP saja per orang dan perginya ga usah nunggu tahun depan (typical sale Air Asia). Kenapa Bangkok? Pengen aja tahu karena Bangkok salah satu tempat yang katanya barangnya murah, makanannya enak, ada Sky Train, dsb dsb yang semuanya itu saya tahu dari social media namun belum pernah dialami sendiri.
Cerita tentang Bangkok mungkin akan menyusul di posting selanjutnya (kalau ga males), sekarang saya ini bercerita tentang Ayutthaya.
Trip Bangkok kali ini sebenarnya sangat dadakan. Ingat cerita kesaktian Papi? Kali ini kita beruntung dapat tiket sale yang tidak usah nunggu setahun baru berangkat sampai kadang tiket hangus karena di hari H ada kejadian lain yang tidak diinginkan. Tiket dibeli dengan rentang waktu seminggu sampai hari keberangkatan. Karena dadakan dan bukan family trip, jadinya kita santai saja dan tidak membuat planning yang heboh-heboh dan jujurnya kita ga ada planning mo ngapain, kegiatan hari itu baru ditentukan dari hasil browsing pagi itu juga.
Tujuannya kali ini adalah :makan, shopping, makan, shopping, dan makan lagi. Lupakan semua temple-temple atau show ladyboy yang mungkin identik dengan Thailand namun itu benernya ada di Pattaya/Phuket dan bukan Bangkok yang mungkin akan memerlukan waktu lebih lama lagi kalau mau menjelajahi seluruh Thailand.
Total perjalanan kami ada empat hari dan di hari ketiga, kami sudah bingung mau kemana lagi, karena jujur hasrat shopping saya kok tidak seheboh masa muda dulu ya. Mau makan brutal ternyata kapasitas perut tidak mengijinkan. Suami saya pagi itu melemparkan ide untuk ke Ayutthaya. Ting! That name sounds familiar dan saya pun menuju blog Mamie Funky dan betul, doi habis dari situ dengan foto-fotonya yang cetar! Spontan saya pun menjawab “YUK” dan langsung kami siap-siap berangkat.
Hari itu kami benar-benar brutal mencobai semua transportasi Bangkok. Sehari itu kami mencoba : taxi, thuk thuk, BTS, MRT, kereta api, rakit, sepeda motor, mobil travel :D. Kurang sakti apa coba, hahaa
Perjalanan dimulai dari taxi (karena ganti hotel), kemudian dilanjutkan thuk thuk gratis dari hotel ke stasiun BTS, disambung dengan BTS, dilanjutkan dengan MRT/subway. Meski semua transportasi tidak nyambung sistem bayarnya tapi setidaknya masyarakat/turis Bangkok punya pilihan selain duduk pasrah di jalanan yang macet atau berharap pada busway yang ga jelas nasibnya ini.
Bintang alat transportasi kita hari itu adalah kereta api rakyat. Kereta dengan jam keberangkatan paling cepat itu ada di kelas ekonomi dibeli dengan harga THB 15 (+/- IDR 5000), dengan harga segitu nampaknya kalau masih mau komplen sudah keterlaluan ya jadi ya enjoy saja.
Kurang lebih 1,5 jam perjalanan, kami pun tiba di stasiun Ayutthaya dan saat itu kami dicegat dengan abang-abang yang menawarkan jasa transportasi keliling.
Namun, kan saya sudah bilang kalau kami bakal cobain semua transportasi, dan kali ini kita cobain perahu ini (namanya apa ya) YIHAA buat menyeberang ke kali kecil (benernya pake thuk thuk juga bisa, cuma papi iseng mo nyobain katanya).
Selepas dari rakit, kami pun beralih ke transport lainnya yaitu sepeda motor. Mencoba nawar thuk-thuk tapi harganya mahal bener meski sudah bilang kalau kami kelilingnya hanya 3-4 jam dibuka dengan harga THB500-600 makanya kita pilih motor aja seharga THB 200 (nawar jadi THB 180). Tadinya mo pilih yang pink kan helmnya lucu ya saudara-saudara, mirip drama korea gitu lho tapi mana mau lah suamiku itu pakai helm pink, jadinya pilih yang hijau deh 😀
Helm dipasang, dan kami siap berkendara dipandu oleh WAZE dan Google Maps!
Jangan ditanya lagi panasnya seperti apa Ayuttaya itu. Pokoknya jangan mikir lah mo pake bedak, maskara, eyeliner kemari karena badan, rambut, ketek udah lepek maksimal.
Kalau dipikir-pikir semua temple di Ayuttaya tidak perlu dikunjungi semua karena karakteristiknya sama. Bentuknya juga mirip-mirip terutama warna bangunannya itu lho, sama semua. Berikut ini, yang kami kunjungi dan jelajahi dalam waktu 3-4 jam.
Wat Phramahatat
Wat yang ini terkenal karena ada relic kepala Budha yang terlepas kemudaian terperangkap di akar Pohon Bodhi sejak saat itu. Ini sebenarnya pusat dari segala atraksi di Ayuthaya karena saya sudah pernah melihat Giant Budha, Sleeping Budha, Golden Budha namun relic Budha yang satu ini menurut saya unik dan beda.
Wat Chaiwatthanaram
Wat yang ini fotonya ada di paling atas. Besar juga kompleksnya. Budhanya rata-rata sudah tidak utuh antara kehilangan kepala atau tangan. Rata-rata Wat disini hancur karena perang sama Burma.
Wat Lokayasutharam
Kalau Wat yang ini, ada di pinggir jalan. Spot atraksi hanya Budha Tidur ini dan tidak diperlukan membayar tiket masuk.
Wat Phra Si Sanphetch
Di setiap Wat yang dikunjungi, pertanyaan saya sebagai istri yang bosen adalah : udah? udah? udah belum? saking panasnya dan karena saking bosennya liatin onggokan batu. Ini aja sambil saya nulis, saya mencocokan nama Watnya dengan hasil google buat tahu fotonya cocok dengan Wat yang mana 🙂
Namun, terlepas dari semua kepanasan itu, saya hargai Ayutthaya adalah kota yang sangat ramah dengan turis. Banyak turis yang saya lihat bersiweran entah dengan sepeda ataupun sepeda motor dan bisa berkeliling dengan nyaman tanpa tatapan ingin minta duit atau tatapan iseng dari warga lokal, parkir motornya juga free hanya toilet yang perlu bayar THB 5 namun cukup bersih kok.
Tempat rental motor tutup di jam 18.00 dan kami pun mengembalikan motor di kisaran jam 17.00 – 17.30. Pemilik rental menawarkan apakah kita mau pulang dengan Van dengan harga THB 80 per orang. Van nya seperti Cipaganti ke Bandung punya dan nampaknya cukup bersahabat. Menunggu sekitar 1 jam, van kami pun datang dan tanpa berpanas-panasan di atas kereta rakyat, satu jam kemudian pun kami tiba di Bangkok.
Lepek, lengket, basah, lusuh, kumal sampai ga pengen foto-foto lagi di hari itu. Malah kalau ada yang nyenggol badan, rasanya pengen dibacok hihi Galak amat sihhh…
Terima kasih sudah membaca Madamkoo .. Sampai bertemu di pertualangan bolang kami selanjutnya
wkwkwkwk…..ikutin aliran sesatt deh lo yul….lepek lepek dahh yaa…bosenn bosennn dah yaa sama kuil, candi..what ever! hahahaha, gua juga sebenernya gak terlalu sukaa…tapi apa dayaku, demi foto ala-ala petualang, dijabanin juga dahhh!
Foto foto lu cetar sih cici.. Tp papi pengen juga kemari, dia ada follow satu blogger bule yang kEmari juga. Makanya sampe dia tau ada acara nyebrang kali segala
hahhaa.. mamie funky nih pemimpin aliran sesatnya..
ticket sale sekarang lebih bahaya lagi karena ada etihad, qatar dan turkish yang berlomba jual tiket murah ke eropa..
foto makanan2 di bkk ga?
Klo yg itu susah xiao, selaen harga biaya hidup yg berlipat lipat krn kondisi rupiah, urus visa nya jugabukan perkara gampang