Pasti di beberapa media sosial, kalian sering melihat foto-foto jadul beredar tentang guyonan akan bahagianya hidup kita di era 90-an. Dari pita kaset lagu yang suka keriting kalo kelamaan diputer sehingga harus digulung pake pensil sampai mainan tetris yang pernah bikin saya ga tidur dan ga mandi sampai siang hari. Kalau mau dipamerin disini banyak banget bisa sampai 50-an kemaren saya liat di FB orang.

Beberapa yang “ngena” banget buat saya adalah mainan berikut :

Ini paling kocak dan paling sering dikerjakan kalau lagi jam nunggu guru dateng.

 

Iya.. ini juga saya ga tau muncul dari mana, tapi beneran dikerjakan dari dulu 😀

 

Ini origami serbaguna, kalau lipatannya dibuka bisa jadi kamera trus bisa jadi pac-man juga kalo ga salah.

 

Inti cerita hari ini berasal dari diagram ini :

 

 

Di sudut kanan bawah, ada ga yang pake pena rotring? Pena Rotring merupakan suatu prestige lebih untuk murid SMA di zaman saya. Bolpen tersebut harganya mahal dan bisa menancapkan bolpen itu di saku kemeja sudah berasa kayak bolpen mont blanc aja di hari gini. Nah, suatu hari seorang teman (panggil saja Andi) mempunyai bolpen tersebut dengan ketajaman 0.1 atau yang paling tipis di kelasnya sangat bangga akan bolpen tersebut. Belum sampai seminggu bolpen berada bersama si Andi, bencana itu terjadi.

Bolpennya tersenggol tas dan patah

Mengapa bencana? Karena tas itu kepunyaan saya. HAYO LHOOOOO!! Jadi pas mau ke sekolah, saya kan melepaskan backpack tapi posisinya kayak dikibas gitu. Pada saat mengibas, kenalah tas saya ke tangan dia (karena posisi duduk yang belakang saya) yang lagi menulis dan patahlah mata bolpennya

Sayang beribu sayang, si Andi bukanlah tipe pemaaf yang sadar dan punya hati lapang dan meminta saya mengganti mata bolpen yang  rusak tersebut seharga Rp.20,000. Di tahun 1996 disaat uang jajan hanya Rp. 1000 sehari rasanya agak tidak fair kalau saya diminta untuk mengganti barang yang saat itu sangatlah mewah untuk ukuran anak SMA. Apalagi sekolah saya bukanlah SMA favorit dan yang isinya bukanlah anak orang kaya. Kenapa harus saya yang ganti?

Masih kecil masih SMA dan masih naif dan egois, masing-masing tidak mengakui kesalahannya. Saya yang jelas bukan orang kaya bahkan dalam kondisi yang miskin saat itu tentu bingung harus mencari Rp. 20,000 dari mana. Si Andi tentu ga terima dong, orang bolpen yang belum puas diperawanin tiba-tiba rusak sama orang lain.

Bingung tak tahu harus ngapain ternyata si Abu, temen deketnya si Andi melapor ke Wali Kelas dan Wali Kelas memanggil saya di suatu siang sehabis sekolah untuk menyelesaikan permasalahan ini. Akhirnya, si Wali Kelas mencoba bijak dan berkata bahwa tidak ada yang salah dalam hal ini, bagaimana kalau menyelesaikan ini, uang Rp.20,000 dibagi dua jadi saya hanya perlu mengganti Rp. 10,000. Ya sudahlan, daripada kita berdebat tidak selesai-selesai, akhirnya saya keluarkan juga uang Rp.10,000 untuk mengganti mata bolpen itu. Akhirnya saya, Andi dan Abu pun menjadi completely strangers padahal dulu kalau kerja kelompok kami lumayan kompak.

Ya.. hanya saya yang bisa mengerti bagaimana sebuah bolpen dapat merusak persahabatan 😀