Mama saya kalau diajak makan di Hokben pasti ga mau. Katanya karena dia ga mau makan ikan mentah dan kol mentah. Sudah susah payah dijelaskan kalau Hokben itu ga ada menu tersebut tetap aja dia ga mau. Padahal beneran saya bingung apanya yang Jepang dari sebuah Hokben. Tapi salut deh sama yang bawa konsep Hokben ke Indonesia karena di zaman Japanese food itu belum terkenal, bisa dibilang mindset makanan Jepang buat orang Indonesia adalah ya hokben itu.
Tiba di Tokyo sekitar jam 11 malam, kami juga tidak terlalu berharap makan besar. Di malam yang dingin itu, saya berharap menemukan semangkok noodle cup yang bisa dihirup kuahnya. Berbahagialah karena disini, Family Mart dan Lawson bertebaran dimana-mana. Perhatikan kalau berbelanja disini, semua harga akan ditambahkan pajak 8% lagi. Pajak yang lumayan nendang padahal kalau ditulis harga nett pasti efek psikologisnya akan beda.
Keesokan harinya kami kepagian juga karena kios dan toko baru buka jam 11.00. Untunglah ada Taiyaki, semacam pancake bentuk ikan yang tersebar dimana-mana di Jepang. Ini enak banget lho… Yummmmm isinya yang berupa ogura, coklat, custard, atau ubi bisa berlimpah ruah gitu. Manisnya pas. Harganya di kisaran 13 ribu.
Selebihnya kami lebih banyak skip breakfast dan langsung makan siang karena kadang di pusat keramaian di sekitaran jam 12. Enaknya jalan sendiri ya gitu.. bangun kadang jam 9. Nyeduh kopi dulu, browsing jalan (papi), posting instagram (mami), sambil nunggu panggilan alam.
Di sepanjang jalan yang jual makanan sekelebat mata mencoba melihat harga. Setelah tahu bahwa sekali makan, kami harus menyiapkan sekitar JPY800-900 (IDR 80,000 – 100,000), kami pun tidak mengharapkan makanan yang lebih murah dari itu. Untungnya dimari, minum yang biasanya air ditambah es batu yang banyak bangettt (entah kenapa) atau hot ocha sudah include sama makan, jadinya kita ga usah habis uang di minum lagi. Di hari itu, searah dengan Tokyo Tower, kami menemukan sebuah kedai ramen. Setelah celingak celinguk ga jelas di depan kedai dan nunjuk sana nunjuk sini mulailah kita liat cara ordernya. Rata-rata restoran/kedai makan disana memakai ticket vendor machine. Jadi kita tinggal pencet menunya, masukin duitnya selanjutnya keluar kembalian dan kertas orderan. Gampang? TIDAKKKK! karena itu menu ada dalam bahasa dewa! Masalah paling epic adalah saat menu ada di luar dan vending machine ada di dalam. Jadi dulu awal-awal, saya musti keluar masuk tiga kali buat cocokin tulisan di tombol ama tulisan di foto makanan 😀
sumber foto dari eatingoutinjapandotcom
Ramen disana porsinya LUAR BIASA! Sempet liat yang laen sampe minum kuahnya sampe kinclong kalo saya ga habisin entar gimana ya. Namun akhirnya daripada saya eneg, akhirnya setengah porsi ga saya habisin. Buat yang ga makan pork, makan ramen nampaknya menjadi hal yang mustahil karena sepertinya semua ramen adalah tonkotsu ramen (pork ramen). Jujur saya ga tahu nama toko yang saya pergi disana karena ga ada nama alfabetnya. Prinsip cari restoran disana adalah carilah yang bikin kenyang dengan harga yang paling murah. Satu tips lagi apabila Anda belum begitu lapar dan ga mau buang makanan adalah carilah set menu. Di restoran ramen adalah hal biasa untuk satu orang untuk makan ramen yang seporsi gaban ditambah dengan nasi casiu. Jadi, kadang saya memesan set menu ramen + casiu ditambah sepiring gyoza untuk berdua sehingga kalori aman, tenaga terjaga.
Selanjutnya menu favorit adalah Japanese Curry di daerah Ginza. Nemunya juga ga sengaja karena lihat ini kedai yang paling rame. Makan di Jepang akan ditemani oleh serangkaian Tsukemono (pickle atau acar) yang berbeda untuk tiap jenis makanan. Yang familiar di Indonesia mungkin “Gari” buat temen makan sushi atau “beni shoga” yang bisa ditemui di Yoshinoya atau Ramen. Tsukemono untuk teman makan curry adalah Fukujinzuke yang dibuat dari lobak, rasanya manis dan enak banget dan hampir satu container saya abisin.
Selanjutnya, makanan penyelamat bangsa adalah Yoshinoya! Yoshinoya malah lebih murah dan mengenyangkan dibanding KFC, BK dkk yang satu porsi size Regular dibandrol seharga JPY 400 (IDR 40,000). Gimana tidak menyelamatkan bangsa karena dihari terakhir uang dikantor tinggal JPY 1000 kami sempat khawatir ga bisa melanjutkan hari lagi. Untunglah penyelamat bangsa itu tersebar dimana-mana dan dengan lembaran uang terakhir ini kami bisa membeli 2 mangkok nasi sapi. Perut kenyang hati tenang. Oya, selain nasi sapi, saya juga sempat mencoba nasi dengan pork slice dan nasi sapi dengan saus curry.
Udon merupakan daftar selanjutnya yang harus dicoba. Sempat menemukan marugame udon yang sistem pemesanannya sama persis dengan marugame disini. Udon lebih murah pun pernah juga kami temui seharga JPY 300 berupa semangkok udon dan sebuah bakwan sayur. Makan udon ga dikasih sendok jadi harus minum langsung dari mangkoknya. Apabila di kedai udon, jenis mienya bisa diganti dengan soba.
Restoran makan disana sangatlah irit tempat. Rata-rata hanya berbentuk meja U mengelilingi tukang masaknya. Jangan mengharapkan orang mengantarkan makanan ke meja dan kadang kita harus membantu untuk mengantarkan tempat makan ke tempat yang sudah disediakan. Kebiasaan makan kuah panas-panas orang Jepang sempat membuat kami heran. Bagaimana bisa menghirup kuah panas mengepul tanpa membuat lidah kebakar.
Dari atas kebawah saya selalu menyebut kedai, karena spacenya yang sangat mungil macam di gang senggol. Rata-rata kedai berbentuk U shape, sehingga kadang mereka hanya punya satu pelayan yang bisa melayani sekian banyak customer. Rata-rata kalau di kedai begini orang datang, mesen, makanan datang ga sampai dalam hitungan menit dan orang makan tanpa banyak ngomong habis itu mereka akan segera meninggalkan tempat sesudah makanan habis.
Selanjutnya karena keterbatasan waktu dan pilihan, kami sempat makan KFC, Mozz Burger, Mc D dan Tenya serta beberapa kali ambil onigiri di Family Mart atau makan bento yang siap saji buat dimakan di kereta saat mengejar kunjungan ke kota selanjutnya. Bento-bento cantik siap menunggu untuk diadopsi
Oya.. sepertinya telur mendapatkan tempat terhormat di Jepang. Aneka makanan dengan toping telur adalah suatu hal yang lazim ditemukan. Kadang-kadang telurnya pun diberikannya mentah trus dituang ke kuah ramen/udon untuk diaduk aduk.. Paling berkesan mungkin adalah Onsen Egg dimana ini telur meski bentuknya begini tapi tengahnya masih cair lho. Kebayang ga gimana ngupasnya itu telur. Sungguh orang Jepang itu keren:)
dari kiri atas ke bawah : egg bennedict, onsen egg, omu-soba, okonomiyaki, dan omu-rice
Insiden salah pesen adalah suatu hal yang harus diantisipasi di negara yang non English dan non Chinese macam di Jepang ini. Tapi untunglah salah pesen disini tidak begitu parah dan bisa diakomodir. Namun dihari terakhir, sempat pengen nyanyi : sakitnya tuh disiniiiiiii (banting dompet!) Jadi, ceritanya di Osaka kami tertarik dengan antrian panjang di kedai Kushikatsu . Kushikatsu adalah daging/sayuran ditepungin trus digoreng langsung (bukan sudah digoreng terus dipanaskan) kemudian dicelup di saus. Aturan disini adalah : Dont dip twice yang menurut kata buku turis harus dicoba. Ada anntrian di satu kedai lumayan panjang jadinya kita ikutan ngantri. Pesen sana pesen sini sambil berharap-harap cemas berapa harganya.Saat mau bayar hitung punya hitung dan ternyata makan siang di hari terakhir itu menjadi makanan termahal sepanjang saya makan saudara-saudara. Jumlah yang dikeluarkan untuk 2 tusuk ebi, 2 tusuk daging sapi, 4 tusuk daging sapi, 2 tusuk sosis, 2 tusuk shitake, 2 tusuk urat sapi sejumlah …………
Siap saudara-saudara?
Beneran siap?
Yakin ga pingsan?
Beneran?
Janji…. ga pingsan …
Janji yaa…
Ready…
……….
Kita bayar sejumlah
…………….
………………
……………..
JPY 4000 atau IDR 400,000! (Ga mau pajang foto karena sakitnya itu disiniiii……. )
Sekian dan Terima Kasih
ahh asik banget ce makanan jepang enak2 semua yaa 😀 ngiler liat foto2nya 🙂
baru mw tanya kenapa di jepang makan ke yoshinoya, marugame udon, go go curry yg di sini juga ada? hahaha.. tapi keliatannya menu n suasananya beda yah sama yg disini 😛
astaga 400 ribu utk sate2an cemilan doank emang menyayat hati yah 🙁
Aku makan yang seketemunya aja mey, ga ada spesifik ngincer apa. Kadang klo lagi ngejer kereta ambil di lawson gitu dingin2 dimakan juga hehe
Mau semuanya. Enak banget ini. Di sini banyaknya cuma resto Sushi & Grill. Jarang ada resto Ramen Yul.
Mungkin karena seleranya beda kali mbak.. Makan mie sepertinya blum jadi budaya kali ya. Hehe
foto makanan 4000 yen-nya ga ada?
enak ga?
Ga mau dipajang xiao haha sakitnya masih berasa
Aaaa Madam bikin ngiler aja nih! Yummehh~ :9 btw di Bali ada Taiyaki dan dulu aku lumayan sering makan, sekarang ga bisa sering2 krn jauh ^^ Tapi emang enak banget ya Taiyaki itu, dan murah 😀
Dulu disini ada yg jual taiyaki tp isinya ga banyak trus tutup lagi haha krn ga laku. Iya nih enakk